Halaman

Menyajikan dan menerima postingan untuk/dari masyakat Empat Lawang baik yang tinggal di Empat Lawang atau yang berada di luar daerah, yang berkaitan dengan Adat Istiadat, Seni Budaya Dll.
Tampilkan postingan dengan label Seni. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seni. Tampilkan semua postingan

Seni & Budaya Daerah Empat Lawang


Seni & Budaya Daerah Empat Lawang


Ada banyak seni dan budaya di daerah Empat Lawang, namun sayang telah banyak kesenian yang tak terlihat lagi karena kaum muda lebih memilih kesenian modern dibandingkan kesenian daerah. Kebanyakan dari mereka menganggap kesenian daerah ketinggalan jaman. Padahal, kesenian daerah ini harus dilestarikan dan menjadi jati diri dari daerah serta masyarakatnya.

Seni & Budaya Daerah Empat Lawang

Berikut beberapa seni dan budaya yang ada di daerah Empat Lawang.


1. Ngurit (Guritan)


Kesenian Guritan sekarang sudah tidak ada lagi di daerah Empat Lawang. Bahkan, anak muda zaman sekarang tidak tahu dengan kesenian satu ini.

Guritan merupakan seni budaya zaman dulu yang menceritakan tentang nenek puyang, biasanya menceritakan peperangan, berebut kekuasaan, kisah kasih antara putra dan putri raja yang menggunakan kesaktian, strategi dan lain-lain. Cerita-cerita ini boleh dipercaya atau tidak, namun buktinya sampai sekarang masih ada peninggalannya, seperti: batu bersejarah di dusun batu Pance, dan ada nama Lubuk Siluman dan lain-lain. 

Kesenian Guritan ini biasanya diadakan pada acara menikahkan anak. Pihak calon istri mengundang orang yang bisa bercerita Guritan, yang menonton dan mendengar ramai sekali. Biasanya cerita Guritan ini menghabiskan waktu paling tidak 3 hingga 4 jam, bahkan terkadang dari sore hingga subuh. Biasanya orang yang bercerita ini sambil memegang Gerigek yang tidak ada isinya, sambil mengalunkan irama Lintang Empat Lawang, sambil diikuti syair, pantun-pantun yang lucu yang ada maknanya. Contoh syair yang sering di nyanyikan:

Bukan bae Simpai bebaju abang
Burung Kedubu abang pulo
Bukan bae ngindu kemambang
Cera'i bekundang kemambang pulo

2. Andai-andai


Sama halnya dengan Guritan, kesenian Andai-andai juga sudah tidak terdengar lagi di daerah Empat Lawang. Hampir sama dengan Guritan, Andai-andai ini juga merupakan kesenian bercerita, tetapi lebih ditekankan dengan khayalan. Contohnya yaitu cerita seribu satu malam, tentang cerita Abu Nawas. Kesenian Andai-andai yang lucu ini dulunya sangat disenangi oleh anak kecil, biasanya kakek atau nenek yang bercerita sebelum cucunya tidur.


3. Berejung


Kesenian berejung masih dapat ditemukan di daerah Empat Lawang, walaupun kalah dengan organ tunggal. Berejung ini identik dengan perpaduan pantun yang diiringi gitar tunggal. Biasanya irama dan syairnya menyayat hati, kiasan dan bahasanya halus, ibarat membayangkan bagaimana bujang mau menemui gadis, sambil duduk di beranda atau di anak tangga belakang rumah, di petik gitar tunggal sambil menyanyikan syair-syair yang meratap.

Berikut syair-syair yang sering terdengar:

Jak Selamo di Seleman
Gajah Tagoring kayek Timbuk
Jak Selamo Linjang ngan dengan
Ado Sebulan nedo benyawo

Nak Kayek ayam papilu
Dang ngerham telhro o duo
Kapo dengan nak balik kami milu
Tinggal sug'rha nemak asonyo

Kedalak kedali dali
Burung tiung belago tigo
Amon galak kebilo agi
Nunggu setaun la lamo igo

Ketapang kayu nyeraye
Gadis nyemulung ngambin ayek
Ngelombang la lemak bae
Nga gai rupu'an nani balik

4. Bajidur (Nabuh Jidur)


Bajidur atau nabuh jidur ini dilakukan oleh suatu group kesenian jidur yang terdiri dari 6 orang bujang (sedikit mirip dengan Tanjidor). Satu orang menabuh jidur, dua orang menabuh ketipung, satu orang memainkan gong, dan dua orang bedanah.

Pada umumnya kesenian ini disaksikan para bujang dan orang tua, dengan duduk melingkar di ruang tengah di dalam rumah, juga disaksikan oleh gadis-gadis dengan cara mengintip dari ruang belakang, sambil menyiapkan makanan-makanan kecil untuk orang yang bajidur tersebut.

Kesenian ini biasanya dilaksanakan seminggu sebelum perayaan pesta pernikahan berlangsung. Dilakukan pada malam hari sebagai pertanda bahwa seorang warga akan mempunyai hajat merayakan pesta perkawinan anaknya, dimana harinya sudah ditentukan dengan mengumpulkan sanak keluarga, sahabat dan kenalan dekat untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk hari pesta nanti.

Dalam pelaksanaan Bajidur ini, si penabuh Jidur mendendangkan lagu-lagu beriramakan qosidah dengan mengunakan syair jenaka, sindiran-sindiran pantun seperti syair berejung. Setelah beberapa bait syair diiramakan, maka diikuti oleh 2 orang penabuh ketipung dan 1 orang pemukul gong dan dilengkapi dengan 2 orang bedanah yang lenggak lenggoknya sesuai dengan irama yang didendangkan.

5. Seni Tari


Empat Lawang memiliki tari daerah sendiri seperti daerah-daerah Indonesia pada umumnya. Ada banyak tari daerah Empat Lawang, diantarnya yaitu: Tari Gegerit, Tari Sanggan Sirih, Tari Piring dan Redap Kelentang.

6. Seni Bela Diri/ Kuntau


Kuntau merupakan ilmu beladiri yang dijadikan orang-orang Lintang sebagai salah satu kebudayaan Lintang, karena dulu ilmu beladiri kuntau merupakan salah satu sarana dalam mempererat tali persaudaraan, membela dan menjaga diri dari serangan musuh. 

Kuntau banyak disenangi oleh kaum muda karena dalam ilmu beladiri kuntau, selain mendapat teknik-teknik menyerang, menangkis dalam melumpuhkan musuh juga mendapatkan amalan-amalan ilmu tenaga dalam yaitu ilmu meringankan tubuh seperti berdiri diatas daun dan berjalan diatas air pada saat menyeberangi sungai, ilmu menghilang (Silam) seperti pada saat terdesak dalam menghadapi banyak musuh dalam sekejap dapat menghilangkan diri dari kepungan musuh, ilmu kebal berupa kebal senjata api, kebal senjata tajam, kebal tembung batu, selain itu ilmu sambut angin yaitu menangkap dan melumpuhkan musuh secepat angin. Contoh salah satu amalan kuntau yaitu Waman Takun Birrosullah, Nusro Tuhul Intal Tuhul, Kosdu Fi Ajamiha Tajum, amalan ini digunakan untuk menghindari diri dari serangan musuh, baik yang halus (gaib) maupun yang kasar (nyata).