Halaman

Menyajikan dan menerima postingan untuk/dari masyakat Empat Lawang baik yang tinggal di Empat Lawang atau yang berada di luar daerah, yang berkaitan dengan Adat Istiadat, Seni Budaya Dll.
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Situs Purbakala & Peninggalan Kuno Di Empat Lawang

Situs Purbakala & Peninggalan Kuno Di Empat Lawang


Terkait erat dengan daerah Lahat dan Pagar Alam yang banyak memiliki situs purbakala, begitu juga dengan Empat Lawang yang masih terikat dalam satu wilayah Provinsi Sumatera Selatan,  hal ini terkait di temukannya beberapa arca, dolmen & naskah kuno yang ada di Empat Lawang.

Adapun peningalan-peninggalan sejarah tersebut adalah :

1. Tujuh Batu Megalit


Tujuh Batu Megalit Di Empat Lawang
(Gambar Ilustrasi) Arca manusia


Baru-baru ini ada Tujuh batu megalit berbentuk arca manusia dalam berbagai ukuran ditemukan di areal hutan lindung di Kecamatan Talangpadang, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan,

Batu megalit berbentuk manusia dalam berbagai ukuran mulai dari anak-anak hingga manusia dewasa ini berada di satu lokasi, dan letaknya terpencar di atas lahan seluas sekitar satu hektare di kawasan perbukitan di perbatasan Sumsel dengan Provinsi Bengkulu.

Selain ditemukan patung, di daerah itu juga terdapat gua batu berukuran lebar 2 meter dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Tidak diketahui secara pasti kemungkinan adanya megalit lainnya, mengingat daerah itu jarang didatangi orang.

Jarak yang harus di tempuh untuk sampai ke lokasi adalah  empat jam dengan berjalan kaki dari Desa Talangpadang ke lokasi situs tersebut, dengan menjelajah hutan belantara dan perbukitan,"

Patung batu itu ada yang berbentuk seorang wanita, anak-anak, dan laki-laki dengan posisi berdiri tegak.Diperkirakan batu megalit itu sudah berumur ribuan tahun, dengan tinggi antara 1 hingga 1,7 meter dan kondisinya masih utuh dan sayangnya sampai saat ini belum ada dokumentasi lengkap tentang ketujuh arca ini.

2. Dolmen


Dolmen Di Empat Lawang
Dolmen yang berada di belakang MTs Al Khoir


Penemuan megalith jenis dolmen ini sudah lama di temukan oleh warga di Kecamatan Pendopo dan kecamatan Muara Pinang Kabupaten Empat Lawang. Dolmen yang ada di Kecamatan Pendopo berada di Dusun Gunung Meraksa lokasinya di belakang MTs Al Khoir di tempat perkebunan warga.

Dolmen atau meja batu merupakan tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen itu biasanya sering ditemukan kubur batu. Di Sumatera bagian selatan dolmen memang sering ditemukan.

Kemungkinan masih banyak peningalan-peningalan lain yang di temukan oleh warga, hanya saja di karenakan belum adanya penelitian jadi tidak pernah diceritakan oleh masyarakat dusun dan terekspos ke publik apalagi karena banyak masyarakat yang belum mengerti.

3. Kapak Batu


Kapak Batu Di Empat Lawang
Kapak Batu yang diperjualbelikan di OLX wilayah Empat Lawang


Pernah tanpa sengaja ketika  surfing jelajah ke situs olx.co.id dan mampir di wilayah transaksi  Empat Lawang, saya menemukan hal  menarik, yaitu iklan yang menjual kapak batu. entah dari mana si pengiklan mendapatkan kapak batu tersebut tetapi saya yakin kapak batu tersebut juga berasal dari Empat Lawang, hal ini beralasan karena wilayah Empat Lawang banyak peninggalan-peninggalan megalitikum. Tetapi sangat di sayangkan apabila barang prasejarah ini diperjualbelikan dan keluar dari wilayah empat lawang sebagai salah satu kekayaan peninggalan kuno.

Kapak Batu adalah sebuah batu yang mirip dengan kapak,  tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, dalam ilmu prasejarah disebut chopper artinya alat penetak. betuk Batu tersebut dipahat memanjang atau diserpih sehingga berbetuk lonjong.

4. Naskah Kuno


Naskah Kuno Di Empat Lawang
(Gambar Ilustrasi) Naskah kuno


Tim Survei Aksara Lokal Balai Arkeologi Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) menemukan Dua naskah kuno di Pendopo Lintang, Kabupaten Empat Lawang.

Untuk meneliti lebih lanjut naskah kuno tersebut telah di turunkan tim peneliti aksara hurup ulu beranggotakan empat orang saat melakukan penelitian di lima kabupaten/kota sejak 12 April lalu.
Dua naskah ini  ditemukan tepat di Desa Lingge, Kecamatan Pendopo, Empat Lawang. Isinya tentang bercocok tanam dan mengusir hama tanaman.

Memang untuk menemukan berbagai peninggalan bersejarah berupa aksara ulu dibutuhkan waktu dan melalui pendekatan terhadap masyarakat. Sebab peninggalan ini tidak semua orang menyimpan dan sifatnya hanya koleksi saja, pencarian berbagai benda bersejarah ini bisa dilakukan dengan mendatangi sejumlah “Dusun Tua”. Kemudian bisa juga di daerah pusat marga dan orang-orang yang menjadi elite pemerintahan pada zaman itu.



Sumber: Lintang Dusunku

Sejarah Asal Usul Lintang Empat Lawang


Sejarah Asal Usul Lintang Empat Lawang

Sejarah Asal Usul Lintang Empat Lawang
Peta Empat Lawang

Sudah  tak  terbilang  jumlahnya  yang menuliskan sejarah Empat Lawang, namun dari  tulisan pertama  dengan yang lainnya tidak ada yang sama. Hal ini menimbulkan pertanyaan mana yang benar adanya.

Salah satu sejarah asal usul Lintang Empat Lawang yang dapat diyakini kebenarannya yaitu yang berasal dari dokumen lama serta informasi atau cerita turun temurun dari keturunan pangeran yang berkuasa di Empat Lawang.
                                                                            
Adapun dokumen kuno yang menjelaskan sejarah asal usul Lintang Empat Lawang tersebut disalin oleh Pangeran H. Abu Bakar Bin H. Yen, lahir pada tahun 1854 dan meninggal tahun 1980. Beliau merupakan pangeran ke 12 yang berkuasa di daerah Empat Lawang setelah berdirinya kerajaan Sriwijaya.
                                                                           

Penjelasan Istilah / Kata


Lintang Empat Lawang (4 Lawang,  terdiri  dari dua kata Lintang dan Empat Lawang (kata Majemuk). Lintang berasal dari kata lantang yang mempunyai arti menurut sejarah adalah tegas, kuat, berani dan sakti. Kelantangan ini dimiliki oleh penjaga-penjaga lawang yang terdiri dari empat lawang dari seluruh daerah Lintang. Sedangkan Lawang sendiri bermakna sebagai pintu. Jadi, Empat Lawang berarti Empat Pintu.

Empat Lawang


1. Lawang Satu (1)


Pada tahun 711 datang dari daratan Saudi Arabia 6 orang lelaki dan 1 orang perempuan yang berasal dari daerah India ke daerah sekitar desa Tanjung Raya sekarang, mereka tinggal disana dan mendirikan pemukiman di pinggiran sungai musi dan air Lintang sekarang ini. Lama kelamaan dengan bertambahnya penduduk, baik yang datang dari daratan Asia maupun dari wilayah Indonesia sendiri, mereka memerlukan yang mengatur dan yang memimpin daerah di sana terutama terhadap ancaman keamanan dari luar daerah.

Maka, pada tahun  
716  mereka mendirikan wilayah Lawang 1 dengan penjaga lawang (Batu Belawang hilir Desa Tanjung Raya) yaitu Muhammad Abdullah dengan julukan Jantan Mata Api. Penjaga Lawang 1 ini diyakini memiliki kesaktian apabila ia marah maka dari matanya keluar percikan api. Daerah Lawang 1 ini dipimpin oleh Ugau Sakti. 

Lama kelamaan daerah yang masuk kewilayah pimpinan Ugau Sakti makin luas, dan dengan demikian penjagaan pintu masuk (Sungai Musi arah hilir) dipindahkan ke Pangkalan Bukit Tinggi (daerah Tebing Tinggi sekarang), dijaga oleh seorang laki-laki yang dikenal sebagai Keluang sakti dan seorang perempuan bernama Jeneng Selendang Merah.

Pada tahun 1012, Pertahanan Pangkalan Bukit Tinggi disebut Pertahanan Bukit Timbun Tulang. Hal ini dikarenakan, jika ada yang berniat masuk ke daerah kekuasaan Ugau Sakti, namun para penjaga meragukan maksud dan tujuannya akan tamatlah riwayatnya yang menyebabkan bertimbunnya tulang -tulang.

Pada tahun 1514, Pertahanan Bukit Timbun Tulang diberi gelar Kejatan Bukit Tinggi dan pada tahun 1802 menjadi Kejatan Musi Ilir Tebing Tinggi.

Asal Usul Lintang Empat Lawang
Sungai Lintang atau Ayek Lintang. Jalur transportasi zaman dahulu

2. Lawang Dua (2)


Untuk menjaga pintu masuk ke wilayah daerah yang dipimpin Ugau Sakti dengan menyebarnya pemukiman yang mendiami aliran sungai Lintang, diperlukan penjagaan yang hendak masuk dari hulu sungai lintang, maka dibuatlah pertahanan (pos) yang disebut Lawang Dua (2).

Lawang 2 ini terletak di daerah Desa Sawah sekarang, bernama Bukit Campang Belawang yang dijaga oleh Sulaiman dengan nama panggilan Macan Kumbang serta julukan Bujang Telunjuk Emas. Kemudian hari Sulaiman menjadi pemimpin daerah di sana dengan gelar raja Gimpalan Sakti (membuat senjata dengan telunjuk dan ibu jari). Hingga sekarang, terdapat peninggalan raja Gimpalan Sakti berupa Gimpalan Sawah.

3. Lawang Tiga  (3)


Pimpinan Lawang 1, Ugau Sakti dan pemimpin Lawang 2, Gimpalan Sakti berembuk bagaimana untuk menjaga daerah Lintang dari arus sungai Musi sebelah hulu, akhirnya mereka memutuskan untuk mendirikan pos penjagaan. Maka didirikanlah  pos penjagaan atau pertahanan di bukit Tumbak Rajang (sekarang Raflesia)  dengan penjaga Lawangnya bernama Betok Wajadi yang memiliki nama panggilan Jago Goreng alias Tokek.

Sedangkan, pimpinan wilayah ini diserahkan kepada Raden Rambut Selaka yang merupakan adik kandung dari Gimpalan Sakti. Diantara pemimpin Lawang 3 ini ada yang bernama Riu Bajau, berdomisili di daerah Lubuk Puding sekarang.

4. Lawang Empat (4)


Arus sungai Musi sebelah hilir dan sebelah hulu sungai serta arus sungai yang sekarang bernama air Lintang sudah ada pos penjagaan / pertahanan, tinggal yang masih kosong arus sungai yang sekarang bernama air Lintang Kiri. Untuk itu, maka dibuatlah pos pertahanan 4 (Lawang 4) di bukit Siaga Tidur dengan penjaga pos pertahanan bernama Lidah Api. Sedangkan pusat pertahanan  berada di daerah Muara Danau sekarang, dengan pimpinan bernama Suib Akbak dengan gelar Jalak Jambul. Di Lawang 4 ini, juga ada diantara pimpinannya bernama Tapak Sakti.

Demikian sejarah ringkas daerah Lintang 4 Lawang sebelum berdirinya kerajaan Sriwijaya. Perlu kita ketahui bahwa pada zaman dahulu transportasi ada di sungai-sungai, dengan menggunakan alat transportasi Lanting, Rakit atau Jung. 


by:Slt

Batu Sembahyangan dan Batu Jelapang, Peninggalan Sejarah Empat Lawang


Batu Sembahyangan dan Batu Jelapang, Peninggalan Sejarah Empat Lawang


Sebuah batu berbentuk unik dengan ukuran Lebar sekitar 6,6 meter, panjang sekitar 5, 9 meter dan tinggi sekitar 1,65 meter yang berada di Kecamatan Pasemah Air Keruh (Paiker) tepatnya di Desa Talang Padang, disebut-sebut sebagai benda peninggalan bersejarah asli masyarakat Kabupaten Empat Lawang.

Hal tersebut diakui langsung oleh Camat Paiker Kabupaten Empat Lawang H. Indera Supawi, S.E, M.Si, Ia mengatakan batu yang dinamakan Batu Sembahyangan dan Batu Jelapang memang bernilai sejarah tinggi untuk Kabupaten Empat Lawang, menurut ceritanya adalah batu tersebut tempat persinggahan, peristirahatan dan sholat dari Nenek Moyang atau lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Nek Puyang Kedung Sakti Besemah Besak.

Batu Sembahyangan dan Batu Jelapang, Peninggalan Sejarah Empat Lawang

Dikatakan Supawi, sejak Ia masih kecil sudah mengetahui tentang cerita batu sembahyang tersebut. Diuraikannya secara rinci, dahulu kawasan Pasemah Air Keruh dikuasai Puyang Suku Rejang dan kemudian dikuasai oleh Puyang Kedung Sakti dari suku Besemah Besak.

“Masih nampak di atas batu tersebut bekas telapak kaki puyang kedung sakti. Kalau batu jelapang, baru sekarang saya tahu dari cerita masyarakat. Masyarakat sudah banyak yang mengetahui bahwa batu-batu tersebut bernilai sejarah dan bukan batu sembarangan atau keramat,” ungkapnya.

Bahkan dahulunya pula batu-batu tersebut sempat dijadikan masyarakat sebagai tempat tarak atau semedi. Oleh sebab itu pula Ia menuturkan sebagai pemerintah di daerah setempat dan putera asli daerah, Ia merasa terpanggil untuk mengangkat cerita batu-batu tersebut agar Dinas terkait di Kabupaten Empat Lawang dapat melestarikan batu tersebut, terlebih dapat dijadikan sebagai objek wisata.

Supawi berharap agar dinas maupun pihak terkait dapat meneliti dan mengkaji keberadaan batu-batu tersebut sehingga dapat dicatat sebagai sejarah perjalanan kehidupan manusia terutama di kawasan Kabupaten Empat Lawang.

“ Disamping itu pula dari keberadaan batu-batu tersebut itu masyarakat akan mengetahui bahwa sejak dulu masyarakat Besemah Besak pada umumnya dan Pasemah Air Keruh Khususnya sudah mempunyai peradaban yg tinggi,” pungkasnya

Lebih lanjut Supawi mengungkapkan, gunan mempromosikan Batu Sembahyangan dan Jelapang ini agar diketahui masyarakat Ia telah mengekspose informasi ini melalui pesan singkat whatsapp hingga grup yang ada Bupati Kabupaten Empat Lawang.

“Mereka akan berencana kesini untuk meneliti bersama Dinas Pariwisata dan dinas pendidikan Kabupaten Empat Lawang termasuk arkeolog juga berkenan hadir melihat langsung, kedepan batu ini akan menjadi pengetahuan wawasan generasi berikutnya dan ini akan dicatat sebagai barang bersejarah. sehingga kedepannya pantaslah untuk dijadikan kunjungan wisata disamping alam yang indah,” pungkasnya