Sejarah Asal Usul Lintang Empat Lawang
Sudah tak terbilang jumlahnya yang menuliskan sejarah Empat Lawang, namun dari tulisan pertama dengan yang lainnya tidak ada yang sama. Hal ini menimbulkan pertanyaan mana yang benar adanya.
Salah satu sejarah asal usul Lintang Empat Lawang yang dapat diyakini kebenarannya yaitu yang berasal dari dokumen lama serta informasi atau cerita turun temurun dari keturunan pangeran yang berkuasa di Empat Lawang.
Adapun dokumen kuno yang menjelaskan sejarah asal usul Lintang Empat Lawang tersebut disalin oleh Pangeran H. Abu Bakar Bin H. Yen, lahir pada tahun 1854 dan meninggal tahun 1980. Beliau merupakan pangeran ke 12 yang berkuasa di daerah Empat Lawang setelah berdirinya kerajaan Sriwijaya.
Penjelasan Istilah / Kata
Lintang Empat Lawang (4 Lawang, terdiri dari dua kata Lintang dan Empat Lawang (kata Majemuk). Lintang berasal dari kata lantang yang mempunyai arti menurut sejarah adalah tegas, kuat, berani dan sakti. Kelantangan ini dimiliki oleh penjaga-penjaga lawang yang terdiri dari empat lawang dari seluruh daerah Lintang. Sedangkan Lawang sendiri bermakna sebagai pintu. Jadi, Empat Lawang berarti Empat Pintu.
Empat Lawang
1. Lawang Satu (1)
Pada tahun 711 datang dari daratan Saudi Arabia 6 orang lelaki dan 1 orang perempuan yang berasal dari daerah India ke daerah sekitar desa Tanjung Raya sekarang, mereka tinggal disana dan mendirikan pemukiman di pinggiran sungai musi dan air Lintang sekarang ini. Lama kelamaan dengan bertambahnya penduduk, baik yang datang dari daratan Asia maupun dari wilayah Indonesia sendiri, mereka memerlukan yang mengatur dan yang memimpin daerah di sana terutama terhadap ancaman keamanan dari luar daerah.
Maka, pada tahun
716 mereka mendirikan wilayah Lawang 1 dengan penjaga lawang (Batu Belawang hilir Desa Tanjung Raya) yaitu Muhammad Abdullah dengan julukan Jantan Mata Api. Penjaga Lawang 1 ini diyakini memiliki kesaktian apabila ia marah maka dari matanya keluar percikan api. Daerah Lawang 1 ini dipimpin oleh Ugau Sakti.
716 mereka mendirikan wilayah Lawang 1 dengan penjaga lawang (Batu Belawang hilir Desa Tanjung Raya) yaitu Muhammad Abdullah dengan julukan Jantan Mata Api. Penjaga Lawang 1 ini diyakini memiliki kesaktian apabila ia marah maka dari matanya keluar percikan api. Daerah Lawang 1 ini dipimpin oleh Ugau Sakti.
Lama kelamaan daerah yang masuk kewilayah pimpinan Ugau Sakti makin luas, dan dengan demikian penjagaan pintu masuk (Sungai Musi arah hilir) dipindahkan ke Pangkalan Bukit Tinggi (daerah Tebing Tinggi sekarang), dijaga oleh seorang laki-laki yang dikenal sebagai Keluang sakti dan seorang perempuan bernama Jeneng Selendang Merah.
Pada tahun 1012, Pertahanan Pangkalan Bukit Tinggi disebut Pertahanan Bukit Timbun Tulang. Hal ini dikarenakan, jika ada yang berniat masuk ke daerah kekuasaan Ugau Sakti, namun para penjaga meragukan maksud dan tujuannya akan tamatlah riwayatnya yang menyebabkan bertimbunnya tulang -tulang.
Pada tahun 1514, Pertahanan Bukit Timbun Tulang diberi gelar Kejatan Bukit Tinggi dan pada tahun 1802 menjadi Kejatan Musi Ilir Tebing Tinggi.
![]() |
Sungai Lintang atau Ayek Lintang. Jalur transportasi zaman dahulu |
2. Lawang Dua (2)
Untuk menjaga pintu masuk ke wilayah daerah yang dipimpin Ugau Sakti dengan menyebarnya pemukiman yang mendiami aliran sungai Lintang, diperlukan penjagaan yang hendak masuk dari hulu sungai lintang, maka dibuatlah pertahanan (pos) yang disebut Lawang Dua (2).
Lawang 2 ini terletak di daerah Desa Sawah sekarang, bernama Bukit Campang Belawang yang dijaga oleh Sulaiman dengan nama panggilan Macan Kumbang serta julukan Bujang Telunjuk Emas. Kemudian hari Sulaiman menjadi pemimpin daerah di sana dengan gelar raja Gimpalan Sakti (membuat senjata dengan telunjuk dan ibu jari). Hingga sekarang, terdapat peninggalan raja Gimpalan Sakti berupa Gimpalan Sawah.
3. Lawang Tiga (3)
Pimpinan Lawang 1, Ugau Sakti dan pemimpin Lawang 2, Gimpalan Sakti berembuk bagaimana untuk menjaga daerah Lintang dari arus sungai Musi sebelah hulu, akhirnya mereka memutuskan untuk mendirikan pos penjagaan. Maka didirikanlah pos penjagaan atau pertahanan di bukit Tumbak Rajang (sekarang Raflesia) dengan penjaga Lawangnya bernama Betok Wajadi yang memiliki nama panggilan Jago Goreng alias Tokek.
Sedangkan, pimpinan wilayah ini diserahkan kepada Raden Rambut Selaka yang merupakan adik kandung dari Gimpalan Sakti. Diantara pemimpin Lawang 3 ini ada yang bernama Riu Bajau, berdomisili di daerah Lubuk Puding sekarang.
4. Lawang Empat (4)
Arus sungai Musi sebelah hilir dan sebelah hulu sungai serta arus sungai yang sekarang bernama air Lintang sudah ada pos penjagaan / pertahanan, tinggal yang masih kosong arus sungai yang sekarang bernama air Lintang Kiri. Untuk itu, maka dibuatlah pos pertahanan 4 (Lawang 4) di bukit Siaga Tidur dengan penjaga pos pertahanan bernama Lidah Api. Sedangkan pusat pertahanan berada di daerah Muara Danau sekarang, dengan pimpinan bernama Suib Akbak dengan gelar Jalak Jambul. Di Lawang 4 ini, juga ada diantara pimpinannya bernama Tapak Sakti.
Demikian sejarah ringkas daerah Lintang 4 Lawang sebelum berdirinya kerajaan Sriwijaya. Perlu kita ketahui bahwa pada zaman dahulu transportasi ada di sungai-sungai, dengan menggunakan alat transportasi Lanting, Rakit atau Jung.
by:Slt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar