Pertama : setelah diteliti banyak kesamaan dengan yang saya ketahui. Walaupun ada cerita dan ada fakta
Kedua : Sebagai Pembina Adat Sumsel yang telah dikukuh di Griya Agung 27 Desember 2019 oleh Gubernur Sumsel utusan dari Empat Lawang, yang berkewajiban " Menggali,melestarikan dan mengembangkan Adat Istiadat dan juga yang ada kaitannya.
Cerita Yang mencakup semua Tentang Lintang Empat Lawang
Legenda Puyang Kemiri, Asal Mula Empat Lawang Menurut Dongeng
Dalam kisah-kisah Puyang, selain memuat asal usul, juga memuat pesan-pesan dasar yang menjadi aturan adat yang amat dipatuhi oleh masyarakat. Inilah yang disebut dengan pesan puyang. Satu diantara kisah puyang di wilayah Batanghari Sembilan adalah Puyang Kemiri yang diakui sebagai puyang (nenek moyang) orang-orang di dusun (sekarang desa) Kunduran, sebagian dari masyarakat dusun Simpang Perigi, dan sebagian masyarakat yang tersebar di dusun-dusun sekitar kecamatan Ulu Musi, Kabupaten Empat Lawang, daerah perbatasan antara provinsi Sumatera Selatan dan provinsi Bengkulu. Dahulu daerah ini merupakan bagian dari wilayah marga Tedajin. Berikut ini ringkasan cerita Puyang Kemiri.
Konon di masa akhir kejayaan kerajaan Majapahit, Rio Tabuan, seorang biku yang yang berasal dari negeri Biku Sembilan Pulau Jawa menelusuri sungai Rotan atau sungai Musi dengan membawa kerbau dan ayam berugo (ayam hutan). Ketika tiba di Kuto Kegelang, kedua hewan yang dibawanya berbunyi, maka di tempat inilah dia menetap. Kuto Kegelang berada beberapa kilo meter di hulu Dusun Kunduran.
Di Kuto Kegelang, dia mendapatkan tujuh orang anak yang bernama
(1) Imam Rajo Besak,
(2) Imam Rajo Kedum,
(3) Seampai-ampai,
(4) Maudaro,
(5) Siap Melayang,
(6) Robiah Sanggul Begelung
(7) Serunting Sakti.
Setelah mendapatkan tujuh orang anak, Puyang Rio Tabuan tidak lagi merasa kesepian. Anak-anak ini dimintanya dari Mastarijan Tali Nyawo, seorang penduduk yang tinggal di Surgo Batu Kembang. Bertahun-tahun kemudian, Robiah Sanggul Gelung yang cantik dilarikan oleh Seniang Nago ketika mandi di tepian Sungai Musi. Robiah duduk di atas sebatang kayu yang rupanya samaran Seniang Nago dan kemudian pelan-pelan bergerak menjauh dan melarikannya ke Selabung.
Lalu Robiah disusul oleh Kerbau Putih, (seekor kerbau peliharaan Puyang Kemiri, atau penafsiran lain adalah seorang yang berjuluk Kerbau Putih karena kesaktiannya) untuk mencari Robiah, atas suruhan saudara-saudaranya.
Kerbau putih memulai pencariannya dengan menyelam di sana dan muncul di tepian coko (tepian mandi di seberang dusun Kunduran). Di tempat ini masih dapat dilihat bekas telapak kaki (tinjak) kerbau putih. Lalu dia menyelam lagi, muncul kedua kalinya di dusun Tapa dan kemudian menyelam lagi hingga ketiga kalinya di Selabung.
Pencarian Kerbau Putih ini berhasil menemukan Robiah tetapi tak berhasil membawakanya kembali ke Kuto Kegelang. Robiah sudah menikah dengan Seniang Nago. Lalu Kerbau putih segera pulang ke Kuto Kegelang. Sebagai tanda bukti bahwa dia sudah bertemu dengan Robiah, Kerbau Putih dibekali dengan seikat ilalang, seruas bambu, air garam, sebuah kemang, seekor kemuai (keong putih) serta pesan Puteri Robiah yang ditulisnya di tanduk Kerbau Putih.
Dalam perjalanan pulang, Kerbau Putih dihadang oleh kerbau Tanduk Emas dan kemudian dua kerbau ini berkelahi. Kerbau Putih kelelahan dan mati di dusun Tapa. Perbekalan yang dibawa olehnya berupa ilalang tertumpah dan tumbuh di daerah ini sehingga menjadi hamparan padang ilalang yang saat ini dikenal dengan nama Padang Pancuran Emas. Buah Kemang pun tumbuh dan bambu juga ikut tumbuh di atas tubuh Kerbau Putih. sedangkan Kemuai diantarkan oleh Puyang Dusun Tapa ke Kuto Kegelang dan sekaligus menyampaikan pesan tentang Robiah yang tertoreh di tanduk Kerbau Putih.
Berselang beberapa bulan kemudian, Robiah yang sudah memiliki seorang anak berniat pulang (begulang) ke Kuto Kegelang. Mendengar kabar Robiah akan begulang, semua saudara-saudaranya amat bahagia, dan segera bermusyawarah untuk mengadakan sedekahan (kenduri). Tetapi lain halnya dengan Serunting, di dalam hatinya masih menyimpan rasa sakit karena perlakuan Seniang Nago yang melarikan Robiah. Karena itu, ketika dia disuruh mencari ikan, dengan setengah hati dia pergi, dan baru kembali setelah kenduri usai.
Ketika kembali Serunting hanya membawa seruas bambu, seperti yang di bawanya semula. Tetapi ternyata, seruas bambu itu berisi ikan yang tidak habis-habisnya, semua bakul, keranjang bahkan kolam tidak dapat menampung ikan yang ditumpahkan dari seruas bambu tersebut. Imam Rajo Besak yang sedari mula sudah kesal dengan Serunting bertambah marah. Lalu Imam Rajo Besak melemparkan seruas bambu dengan sangat keras hingga melewati Bukit Lesung dan jatuh di sungai Pelupuh.
Serunting sakti jadi tersinggung dengan sikap kakak tertuanya ini lalu pergi dari rumah. Tinggallah Imam Rajo Besak dan ke empat saudaranya. Mereka hidup tenang dalam beberapa tahun. Lalu mereka diserang oleh segerombolan orang. Rumah mereka dibakar habis. Tetapi kelima puyang ini dengan kesaktiannya, tiba-tiba menghilang (silam) dari pandangan orang-orang.
Dalam sebuah rumah yang mereda dari kobaran api, tampaklah seorang anak yang duduk di tengah puing-puing rumah. Konon, anak itu bukan hangus tetapi malah menggigil karena kedinginan. Anak yang bernama Sesimbangan Dewo ini kemudian dipelihara oleh Puyang Talang Pito (daerah Rejang). Sesimbangan Dewo, artinya pengimbang puyang yang silam. Beberapa tahun dia dirawat oleh Puyang Talang Pito. Lalu dia mengembara selama sepuluh tahun ke negeri lain. Kemudian dia pulang ke sekitar dusun Kunduran, menetap di Muara Belimbing. Makamnya pun berada di Muara Belimbing.
Setelah beberapa tahun kemudian, Imam Rajo Besak menjelma kembali. Dia bertemu dengan Rajo Kedum dari Muaro Kalangan, Raden Alit dari Tanjung Raye, dan Puyang dari Muara Danau. Keempat orang ini kemudian dikenal dengan nama empat lawangan (empat pendekar) yang kemudian menjadi cikal bakal kata Empat lawang. Keempat sahabat kemudian menyerang kerajaan Tuban yang dipimpin oleh seorang ratu.
Dalam penyerangan yang dipimpin Imam Rajo besak sebagai panglima mereka mendapatkan kemenangan. Mereka berhasil memasuki istana dan mengambil beberapa benda yang berharga termasuk sebilah keris pusaka Ratu Tuban yang diambil sendiri oleh Rio Tabuan dengan ujung kujur (tombak) pusakanya, karena ketiga temannya tidak mampu. Kedua pusaka ini, hingga saat ini masih tersimpan di jurai tuo (keturunan yang memiliki garis lurus dengan puyang Imam Rajo Besak) yang tinggal di dusun Kunduran.
Puyang Kemiri memberikan sumpah kepada keturunannya yang jika tidak dipatuhi akan mendapat keparat (kualat). Inilah 3 sumpah Puyang Kemiri :(1) beduo ati dalam dusun nedo selamat (berdua hati di dalam dusun tidak selamat), (2) masukkan risau dalam dusun nedo selamat (memasukkan pencuri di dalam dusun tidak selamat),(3) iri dengki di dalam dusun nedo selamat (iri dengki di dalam dusun tidak selamat).Selain itu, puyang Kemiri pun memesankan tujuh larangan lagi, yakni:
1. nyapakan kaparan ke ayik (membuang sampah ke sungai),
2. mandi pakai baju dan celano (mandi memakai baju dan celana; biasanya orang di dusun kalau mandi memakai telasan (kain penutup tubuh yang dipakai khusus untuk mandi),
3. buang air besar/kecil di atas pohon,
4. ngambik puntung tegantung (mengambil kayu bakar yang tergantung di pohon),
5. ngambik putung anyot (mengambil kayu bakar yang hanyut di sungai,
6. mekik-mekik di ayik dan di hutan (berteriak di hutan atau di sungai),
7. nganyotkan kukak gebung (menghanyutkan kulit rebung di sungai).
Analisis pesanJika mencermati ketiga sumpah puyang, pertama, agar seseorang tidak boleh bersikap mendua hati, artinya seseorang harus setia pada kesepakatan awal. Tidak boleh memasukkan pencuri atau berkhianat, apalagi menjadi pencuri betulan. Artinya kejujuran merupakan hal yang paling utama dalam meningkatkan kepribadian seorang manusia. Selanjutnya, anak cucu Puyang Kemiri harus bersih hati dari iri dan dengki. Ketiga, norma dasar ini merupakan sikap dasar yang harus dimiliki oleh orang yang baik.
Pada bagian kedua, poin satu, dan poin lima, umpamanya, pesan ini berspektif lingkungan. Bagaimana puyang-puyang dahulu telah memikirkan cara menjaga sungai dan melindungi hutan. Sungai dan hutan yang di dalamnya bergantung kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan lainnya, merupakan satu mata rantai yang saling membutuhkan. Karenanya, mata rantai ini harus dijaga dalam garis keseimbangan. Simaklah larangan puyang yang tidak boleh membuang sampah di sungai, artinya jika membuang sampah tentu akan membuat sungai tercemar.
Poin lima, pesan puyang melarang orang mengambil kayu bakar yang hanyut di sungai. Jika direnungi lebih lanjut, larangan ini tidak hanya melarang orang mengambil kayu bakar tetapi sebenarnya juga tidak boleh menebang pohon di tepi sungai. Karena biasanya pohon yang hanyut di sungai adalah pohon yang diambil di tepi sungai, atau yang dihanyutkan melalui sungai. Saat ini, kita lihat betapa banyak orang-orang mengangkut gelondongan kayu yang tidak sah (illegal logging) di sungai. Jadi, tidak hanya kayu bakar tetapi kayu-kayu besar sudah dijarah oleh orang-orang yang serakah. Akibatnya bencana banjir menjadi langganan tahunan bagi masyarakat daerah ini.
Dari barang-barang bawaan Puyang Kedum ini, diantaranya sudah ada yang rusak dan hilang, maka yang ketinggalan lagi sampai sekarang masih ada tersimpan oleh anak tertua dari zuriatnya (Jurai Tuo), yaitu sekarang Sdr. HAJI MUGHNI bin HAJI ABDUL MUROD, Penghulu marga Kejatan Mandi Lintang dusun Gunung Meraksa Lama. Yaitu barang-barang :1. a. Kitab Suci Al Quran ukuran besar (Qur-an Kumbang). b. Kitab Suci Al Quran ukuran kecil.2. Nampan dan bokor dari kuningan.3. Tongkat besi, sekarang dipakai untuk tongkat Khatib membaca Khotbah tiap-tiap hari Jum’at atau Hari-hari Raya Islam.4. Surat atau Piagam yang bertulis huruf Arab berupa Azimat.Yang lain-lain sudah rusak dan hilang.Puyang Kedum ini, beristri orang dari dusun Talang Padang, daerah pesisir Bengkulu, dan hanya ada anak seorang, nama :PUYANG KEDUM MUDAPuyang Kedum Muda ini, nama aslinya tidak juga diketahui, juga tida banyak cerita tentang beliau. Anaknya Puyang ini, juga hanya seorang, nama :PUYANG KEDUM JENAT (JUNET)Puyang Kedum Jenat ini, sebagaimana orang tuanya juga, hanya ada anak seorang bernama :ZAINUDDINLazim disebut dengan panggilan “PUJANG DEPATI”. Beliau inilah yang mula-mula menjadi Kepala Dusun berkedudukan di dusun Pandan Dalam. Kepala Dusun atau Gindo, masa itu bergelar Depati, maka itulah sebabnya dipanggil Puyang Depati. Waktu itu di dusun Pandan Dalam masuk wilayah marga Kejatan Mandi di Musi, dengan Pasirahnya di dusun Tanjung Raya.Puyang Depati mendapat 3 orang anak, yaitu :1. Perempuan nama BARIA2. Perempuan nama MAHERA3. MUHAMMAD ALI HANFIAHAnak-anak beliau ini, mula-mula yang berkembang biak, yaitu :1. Perempuan BARIA, adalah dukun besar dan zuriatnya yang terbanyak di dusun Tanjung Dalam.2. Perempuan MAHERA, bersuami dan tinggal menetap menjadi kepuyangan orang daerah Kikim. Zuriatnya terdapat di dusun Saung Naga, Jajaran, bahkan di seluruh daerah Kikim.3. MUHAMMAD ALI HANAFIAHBeliau menggantikan orang tuanya sebagai Gindo/Kepala Dusun Pandan Dalam, dan lantaran kebijaksanaan ia memerintah serta patuh pada atasan, yaitu Pangeran Tanjung Raya yang pada masa itu sebagai Kepala Marga Kejatan Mandi Musi adalah PANGERAN RAISINA gelar PANGERAN KOTONG, maka Puyang Muhammad Ali Hanafiah ini diangkat oleh Pangeran Raisin sebagai Pembarap dari marga Kejatan Mandi Musi.
Di belakang hari Pembarap Muhammad Ali Hanafiah ini, besar pula jasanya terhadap Sunan Palembang (tidak dinyatakan Sunan Mana yang memerintah masa itu, tetapi boleh jadi Sunan Akhmad Najamuddin I, sebab beliaulah yang mula-mula dipanggil dengan nama Sunan sedang sebelum dan sesudahnya masih nama Sulthan kecuali Sunan yang penghabisan (Sultan Makhmud Badaruddin II) kira-kira diantara tahun 1753-1778)
Atas jasanya ini, oleh Sunan, Pembarap Muhammad Ali Hanafiah dianugerahi :a. Gelar “PANGERAN ADU PATI” berarti pembalas jasa.b. Marga Kejatan Mandi Musi dipecah dua, sebahagian sebelah Air Musi masih tetap dikuasai oleh Pangeran Kotong Tanjung Raya dan sebahagian sedari Muara Air Lintang ke hulu, dikuasakan kepada Pangerang Adu Pati untuk memerintahinya. Tanjung Raya dinamakan marga Kejatan Mandi Musi dan Pandan Dalam dinamakan marga Kejatan Mandi Lintang.Tidak lama sesudah ini, dusun Pandan Dalam oleh Pangeran Adu Pati dipindahkan ke antara muara Air Lintang Kanan dan Air Bajau dan diberi nama MUARA BAJAU.Pangeran Adu Pati ada 16 orang anak dari 6 orang isterinya, yaitu :A. Anak isteri pertama orang dari dusun Muara Semah :1. PERENTA2. ZAINUDDIN3. NAROJAB. Anak isteri kedua orang dusun Batu Cawang :4. KAMARUDDIN5. JEMODIN6. JEMBAWANC. Anak isteri ketiga orang dusun Landur :7. JAMALUDDIN8. BANGSAWAN9. SAWALUDDIN10. SETIAWAND. Anak isteri keempat orang dari dusun Lubuk Puding :11. LEMBANG (mati bujang)12. MASTINIE. Anak isteri kelima orang dari dusun Manggilan :13. SEDA14. TENGGENAF. Anak isteri keenam orang dari dusun Manggilan juga :15. ALI16. ….. (mati kecil)Keturunan ZAINUDDINZainuddin menggantikan orang tuanya sebagai Pasirah marga Kejatan Mandi Lintang dengan gelar “PANGERAN AJI”. Beliau memerintah dalam masa Sulthon Mahmud Baha’uddin sampai turunan kepada anak Sulthon itu Sunan Mahmud Badaruddin II, dan pada tahun 1814 Palembang mulai diserang dan akan direbut Belanda, maka Sunan minta bantuan dari Pangeran Aji untuk mempertahankan kota Palembang. Beliau datang membantu dan duduk memerintah di Palembang kota seberang ulu.Berhubung menurut firasat beliau bahwa Palembang tidak dapat dipertahankan sebab ada perpecahan di antara Pejabat2 Kesultanan, apalagi persediaan obat bedil (mesiu) sudah habis. Maka sebelum Palembang kalah beliau minta izin dari Sunan, akan kembali ke Uluan, terutama akan pergi ke bukit Kabah, guna mencari (membuat) mesiu disana, dan menurut kenyataan, memang belum lama kota Palembang ditinggalkannya, Palembang dapat direbut oleh kekuasaan Belanda, yaitu pada hari Ahad tanggal 22 Remodhon 1236 H, atau tanggal 1 Juli tahun 1821 M.Puyang Pangeran Aji pulang ke dusun MUARA BAYAU, dan terus memerintah sebagai Pasirah sampai tahun 1845. Masa inilah dusun Muara Bayau dipindahkan pula ke dusun Gunung Meraksa Lama sekarang.Beliau ada anak 11 orang dari 5 orang isteri, yaitu :a. Isteri pertama dari dusun Muara Danau, anaknya :1. ABUBAKAR (BAKAR)2. USMAN (SEMAN)3. NERODDIN4. NABIMA5. ALIMAb. Isteri kedua dari dusun ….., anaknya :6. NASUT7. MENJIDINc. Isteri ketiga dari dusun Tanjung Dalam, anaknya :8. MUKMINd. Isteri keempat dari Palembang (tidak ada anak)e. Isteri kelima dari dusun Lambung Ijuk Rejang, kawin pada masa pergi ke bukit Kabah cari mesiu, anaknya :9. JAIPA10. SAIPA11. SERIMAKeturunan NERODDINDalam tahun 1845 yaitu setelah 24 tahun Belanda menduduki Palembang, serdadu-serdadu Belanda dengan dikepalai oleh Kapten De Brauw dan Assistant Resident Van de Bosch, mudik ke Uluan Palembang, guna memerangi daerah-daerah yang masih melawan seperti dari daerah Musi Ulu, Lintang dan lain-lain. Terjadi peperangan di lembak dusun Gunung Meraksa Lama. Dalam peperangan ini semua serdadu Belanda habis tewas, hanya tinggal lagi 2 orang Belanda tersebut, datang pada Pangeran Aji minta perlindungan. Karena merasa kasihan, oleh Pangeran Aji, disuruhnya anaknya Neroddin, yang telah beberapa tahun menjabat Pasirah selama ditinggalkan Pangeran Aji ke Palembang dan bergelar PANGERAN MUDA, untuk mengantarkan 2 orang komandan Belanda tersebut pulang ke Tebing Tinggi dengan rakit.Oleh Belanda, Pangeran Muda ditetapkan menjadi Pasirah marga Kejatan Mandi Lintang berkedudukan di dusun Gunung Meraksa Lama dengan gelar dari Belanda : “PANGERAN NATA YUDA”. Maka tetaplah beliau memerintah sampai tahun 1872.Beliau ini ada anak 16 orang dari 8 orang isteri, yaitu :a. Anak isteri pertama dari dusun Muara Danau :I. Hajjah RaipahII. AhmadIII. MengkamatIV. MalehaV. Alisb. Anak isteri kedua dari dusun Karang Are :VI. Haji Abdul Azis (Ajis)c. Anak isteri ketiga dari Muara Pinang :VII. Haji AbibVIII. Haji JainudinIX. Haji Abdul Rahman Dungd. Anak isteri keempat dari Gunung Meraksa Lama :X. RahayuXI. Haji Seture. Anak isteri kelima dari Muara Lintang :XII. Haji KorisXIII. Hajjah Jeningf. Anak isteri keenam dari dusun Muara Karang :XIV. Haji Abdul Manafg. Anak isteri ketujuh dari dusun Landur :XV. Bedullahh. Anak isteri kedelapan dari dusun Manggilan :XVI. Satip( Disalin / diketik ulang oleh Adinda Marliana Mahida / Ida Uki di Komperta Plaju, dari NASKAH ASLI Zuriat Kepuyangan Kedum yang dibuat oleh Pamanda / Wak Cek Aziz )
CERITA PUYANG SUMATERA SELATAN
Oleh : Linny Oktovianny
KHASANAH kesusastraan daerah di Indonesia tersebar dari Sabang hingga Merauke. Kesusastraan tersebut lahir dari berbagai etnis, suku bangsa, yang berbeda gagasan, nilai, norma, dan aturan. Hal itu mencerminkan kekayaan khasanah kesusastraan daerah di Indonesia yang beragam baik bentuk maupun isi.
Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki beragam kekayaan tradisi lisan. Tradisi lisan tersebut mencakup segala hal yang berhubungan dengan sastra, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis kesenian disampaikan dari mulut ke mulut.
Tradisi lisan Sumatera Selatan sangat luas bagaikan hutan belantara yang masih memerlukan sentuhan intelektual untuk menggali sumber-sumber atau potensi fakta dan budaya yang masih tersembunyi. Potensi dan fakta tersebut menurut Edy Sedyawati, paling tidak meliputi: (1) sistem genealogi; (2) kosmologi dan kosmogoni; (3) sejarah; (4) filsafat, etika, dan moral; (5) sistem pengetahuan (local knowledge), dan kaidah kebahasaan dan kesastraan.
Salah satu bentuk tradisi lisan adalah sastra lisan. Menurut Shipley, sastra lisan adalah jenis atau kelas sastra tertentu yang dituturkan dari mulut ke mulut, tersebar secara lisan, anonim, dan menggambarkan kehidupan masa lampau. Sastra lisan mencakup bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat. Cerita prosa rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: mite, legenda, dan dongeng.
Cerita prosa rakyat Sumatera Selatan yang maih tetap bertahan dan dikenal masyarakat adalah cerita mengenaiPuyang-puyang. Cerita Puyang hampir terdapat di berbagai daerah di Sumatera Selatan. Cerita Puyang ini menjadi suatu cerita yang unik karena hanya dapat ditemukan di wilayah Sumatera Selatan_namun perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini_. Daerah lain di Indonesia juga ada cerita prosa rakyat yang memiliki tokoh sakti atau tokoh hebatan atau wira atau pahlawan dengan nama yang berbeda-beda.
Cerita Puyang biasanya dewa atau pahlawan kebudayaan ketika dunia belum seperti sekarang ini. Cerita Puyang hadir dan berakar pada kwalitas pemiliknya yang sekaligus sangat mempercayainya dan mengagung-agungkannya. Cerita Puyang merupakan produk budaya yang disampaikan secara terus-menerus dan turun-temurun melalui pewarisan lisan. Terkadang disertai bukti-bukti sejarah, seperti benda-benda dan temapat-tempat keramat (makam atau tapak tilas) yang mendukung keberadaanPuyang-puyang.
Puyang diyakini oleh masyarakat Sumatera Selatan sebagai tokoh sakti yang merupakan sosok nenek moyang (keturunan) etnik tertentu di Sumatera Selatan. CeritaPuyang umumnya menampilkan tokoh dengan penampilan luar biasa. Keluarbiasaan biasanya ditandai dengan berbagai sifat yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, di antaranya berupa tampilan sebagai manusia dengan sifat-sifat yang diidam-idamkan, yang mengherankan, atau yang menakutkan. Penampilan citra seperti itu sangat tergantung pada selera dan konteks masyarakat tempat lahirnyaPuyang-puyang tersebut.
Di Besemah kita begitu mengenal sosok Atong Bungsu, yang diyakini sebagai tokoh yang dimitoskan oleh masyarakat setempat sebagai tokoh sakti pembawa pembaharuan. Ada pula Si Pahit Lidah yang diyakini masyarakat di beberapa daerah di Sumatera Selatan juga sebagai tokoh yang dimitoskan. Kisah hidup Si Pahit Lidah begitu populer di kalangan masyarakat Sumatera Selatan.Cerita Puyang Sumatera Selatan yang pernah diinventaris dan diteliti, antara lain:(1) Puyang Belulus (Besemah)(2) Puyang Tungkuk (Besemah)(3) Puyang Kerbau Menyeberang (Besemah)(4) Puyang Siak Mandi Api (Besemah)(5) Puyang Tanjung (Besemah)(6) Puyang Bege (Besemah)(7) Puyang Depati Konedah (Musi)(8) Puyang Ronan (Musi)(9) Puyang Remanjang Sakti (Enim)(10) Puyang Gadis (Lematang)(11) Tuan Puyang Ndikat (Lematang)(12) Puyang Rakian Sakti dengan Ratu Acih (Aji)
Cerita Puyang biasanya memiliki ciri-ciri tertentu dan merupakan sosok yang sangat hebat dan superior. Tokoh tersebut seolah-olah selalu tahu apa yang terjadi dan akan terjadi. Ia adalah sosok yang hampir tidak pernah kalah dalam segi apapun (mengalahkan dirinya dan orang lain). Kesaktian dan keajaiban yang dimilikinya sangat disegani oleh pengikutnya maupun musuh-musuhnya. Umumnya cerita Puyang-puyang tersebut senantiasa membawa pertolongan demi penyelamatan orang-orang yang berhati baik dan memiliki kebenaran dari orang-orang jahat yang menganiaya atau menzaliminya.Puyang merupakan orang sakti atau orng suci dan bahkan kadang-kadang bagi sebagian pewaris aktifnya dianggap sebagai Dewa. Selain itu, Puyang adalah sosok yang baik hati bukan hanya kepada manusia tetapi makhluk lain, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Puyang dapat pula berlaku sebaliknya kepada orang orang jahat dan berkelakuan buruk. Dengan kesaktiannya yang luar biasa Puyang-puyang tersebut dapat menumpahkan kemarahannya dengan hukuman yang berat, bahkan mengutuknya. Nama Puyang-puyang biasanya sangat akrab dan dikenal luas di tengah masyarakat hingga kini.Itulah Cerita Yang mencakup semua Tentang Lintang Empat Lawang Yang di dapat dari berbagai sumber. SEMOGA BERMANFAAT DAN MENAMBAH WAWASAN :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar