Halaman

Menyajikan dan menerima postingan untuk/dari masyakat Empat Lawang baik yang tinggal di Empat Lawang atau yang berada di luar daerah, yang berkaitan dengan Adat Istiadat, Seni Budaya Dll.

PROSES / TAHAPAN MASYARAKAT EMPAT LAWANG UNTUK BERKELUAGA




Yang nama manusia normal pasti bercita cita untuk  Betunaan atau Berkeluarga :

Betunaan berasa dari kata batu naan ( batu yang tahan /kuat ) artian kata tahan disegala bidang dalam mengarungi bahtera rumah tangga nantinya, dengan pertanggung jawaban dari masing masing sebagai suami dan sebagai isteri.

Untuk mencapai masuk ke jenjang perkawinan berkeluarga, di dahului dengan beberapa proses,  Diantaranya :

- NGECEK (perkenalan ).

Dengan prantara orang ketiga si gadis di panggil/diajak oleh prantara kerumah / ruangan yang telah ditentukan, si prantara berada diruangan lain tapi tidak begitu jauh dari situ, ini dilakukan di hari hari biasa atau adanya acara sedekahan.
Kalau ada ketertarikan antara mereka, di lanjutkan dengan pertemua pertemuan berikutnya.
Ada yang didahului dgn berkirim salam dan surat.
Setelah perkenalan diteruskan dengan belinjangan ( pacaran), kalau sudah mantap kemupakatan kedua belah pihak untuk betumahtangga  dilanjutkandengan :





- Madui Rasan. ( Nuo i Rasan) = Lamaran.

  Pihak laki laki mengutus beberapa pemuka masyarakat, laki laki dan perempuan datang , beserta oleh oleh diantara nya bajik ke rumah wanita yang akan di lamar pada waktu yang telah disepakati.
Isi dari musyawarah ( berasan) itu,  penentuan pintak an, mahar , waktu sedekah dan rasan tambik anak atau keesa.
Setelah rasan padu (selesai) calon penganten  ( laki laki) sujudan, dan boleh lansung nginap dirumah canlon bunting ( wanita ), mereka telah bertunangan.
Dalam masa pertunangan, bila diperlukan oleh salah satu keluarga sigadis atau si jejaka boleh nginap di kediaman antara keduanya de ngan waktu tidak ditentukan.
 
- Rasan Tuo = di jodoh kan

           Terjadi atas kesepakatan orang tua kedua belah pihak untuk menikahkan anak mereka.
Pintaan, maskawin dan waktu pelaksanaan serta rasan tambik anak atau keesa.

- Lelaghian ( melaghikan)  :

            Sang gadis dibawak ke kediaman laki laki secara diam diam, tapi meninggalkan tanda tanda berupa keris dan sejenisnya, kain dan surat.
Dalam kepergiannya itu, si gadis ditemani kawan dan ada juga orang tua, dan berangkatnya di kisaran waktu Maghrib atau waktu Subuh.
Kemudian ada susulan ke pihak wanita dari pihak lelaki bahwa si gadis ada ditempat keluarga laki laki,  dengan tujuan kalau direstui mau dinikahi. Seterus nya diadakanlah musyawarah, kalu sudah mupakat antara kedua belah pihak mereka seterusnya bisa melansungkan pernikahan,namun kalau tidak ada kemufakatan antara kedua belah pihak rencana mereka mau mendirikan rumah tangga tinggal rencana.


- Nebo :

          Si Laki laki membawa gadis pujaanya untuk di nikah i ke Desa lain yaitu rumah Kepala Desa,  rumah tokoh masyarakat,  rumah KUA atau pembantu KUA.sebelum berangkat mereka meninggal isyarat sama dengan Maling Tubuh di atas yaitu sebilah keris dan kain. Berdeda dengan lelaghian /maling tubo, pada nebo ini, sigadis tidak akan pulang sebelum mereka ditikahkan. Sama halnya dengan Maling Tubo di atas, pada Nebo ini ada juga susulan ( pemberi tahuan) pada keluarga perempuan, hanya saja ini dilakukan oleh yang ditumpak ( tempat sigadis berada) mintak dinikahkan atau mintak wali. Si gadis tidak akan pulang kalau belum dinikahkan.itulah sebabnya kadang kadang timbul keributan, karena keluarga sigadis tidak terima akan hal ini, juga tidak mau menikahkan mereka dan juga tidak mau memberikan wali, maka nya tindakan selanjutnya terus berusaha melakukan permintaan wali , ini dilakukan sampai tiga kali. Kalau masih tidak diberi terpaksa mereka menikah wali hakim.

Hasil kemukatan kedua belah keluarga dari point point di atas, terdapat dua kemungkinan :
Pertama : Tambik anak.
          Setelah nikah suami ikut brdomisili di keluarga isteri. Ada istilah nya " Tambik anak buku ngalih, negak umah sangkup mobongan,sampai ketiduk jangan neregeng ke arah dusun asal ".

Kedua  : Keesah.
Setelah nikah si isteri diboyong kekediaman suami dan menetap di kediaman suami.

Setelah sah jadi suami isteri maka si jejaka sudah :

Bebini ( beristeri) : berasal dari kata, "    dibebani "  dengan arti,  setelah pengucapan ijab kabul, sang suami sudah memikul beban sebagai suami, baik lahir maupun bathin.pribahasa Lintang, " Anak kecik picik, anak besak pesak, benantu malu, becucung nanggung, bepiyut ngecut. "

Sedangkan si gadis sudah Belaki.
Belaki : berasal dari kata bela ( bantu) laki  dengan artian : sang isteti membantu 
              suami  dalam kehidupan bahtera rumah tangga.

Sedangkan antara kelurga suami dan keluarga isteri bebesan.
Beesan : berasal dari kata bi ihsan ( bhs  Arab = baik) dengan pengertian antara 
     pihak suami dan pihak isteri berbaikan, dua keluarga menjadi satu. 
     Keluarga besar dengan ikatan silaturrahim. Dan pasangan suami isteri tersebut mempunyai Mertuo

Mertuo : sebagai orang tua ( bapak ibu sendiri),  orang tua suami bagi isteri 
               dan orang tua isteri bagi suami.
Bagi mertuo mereka telah mempunyai MANTU/MENANTU.
Menantu/Anak Nantu : berasal dari kata Anak Mantu ( membantu) dengan pengertian
   sianak dapat membatu keluarga baik dari pihak isteri maupun pihak suami.
   Mertua mengharapkan dikemudian hari. 
   Anak Mantu ( Anak yang membantu) dan 
   jangan sampai :
   Jadi Anak Batu, : yakni memeras orang tua.
   Jadi Anak Antu, anak yang  menakutkan, menjadi momok dalam keluarga.
   Jadi Anak Burung, setelah bisa  mandiri. Mereka lupa dengan orang tua, tidak peduli 
    lagi pada orang tua.
   Jadi Anak Pisang,  hidup tergantung dari orang tua. Tidak mandiri. Makan tidak 
     makan mereka di bawah dagu orang tua






By. Slt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar